HEBOH BERAS PLASTIK
Septiani,
mengaku membeli beras bersintetis. Dewi mengaku membeli enam liter beras yang
diduga bercampur dengan beras plastik. Beras tersebut dia beli di salah satu
toko Konsumen
Indonesia merupakan konsumen keempat terbesar di dunia di belakang China,
India, dan Amerika Serikat. Karena itu,
sangat wajar jika isu yang terkait kebutuhan pokok konsumen pasti akan
mengundang sorotan tajam dan perbincangan serius di tengah masyarakat. Kemunculan
beras plastik ternyata cukup menghebohkan jagat Indonesia. Bagaimana tidak,
berita tersebut ternyata mampu menenggelamkan berita peristiwa besar lain.
Harus diakui, hebohnya isu ini cukup membawa dampak yang tidak kecil bagi
masyarakat dan pemerintah. Informasi mengenai beras sintetis mencuat setelah salah seorang penjual
bubur di Bekasi, Dewi langganannya. Dewi memang biasa membeli beras dengan jenis yang sama di toko tersebut
seharga Rp 8.000 per liter. Keanehan dari beras tersebut dia rasakan setelah mengolahnya
menjadi bubur.
Hasil uji
laboratorium yang dilakukan Sucofindo membuktikan kebenaran beras plastik,
namun hal ini berbeda dengan Penelitian Puslabfor Mabes Polri yang menyebut
tidak ada bahan plastik pada sampel beras yang sebelumnya disebut-sebut
mengandung beras sintetis. Hal ini akhirnya berbuntut dengan dipolisikannya
Dewi Septiani, pelapor beras plastik.
Tindakan aparat ini disayangkan berbagai pihak, salahsatunya disuarakan oleh Pusat Advokasi Hukumdan Hak Asasi Manusia Indonesia PAHAM).
Tindakan aparat ini disayangkan berbagai pihak, salahsatunya disuarakan oleh Pusat Advokasi Hukumdan Hak Asasi Manusia Indonesia PAHAM).
PAHAM sebut
jangan sampai temuan tersebut membuat pelapor Dewi Septiani trauma, apalagi
sampai merasa menerima intimidasi dari aparat.
“Bila hal ini terjadi, orang akan cenderung abai dan tidak mau melapor apabila melihat sebuah kejahatan,” tegas Sekjend Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Paham), Rozaq Asyhari, dalam siaran persnya (Kamis, 28/5).
Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan Ibu Dewi adalah tindakan konsumen yang baik. Itu adalah upaya preventif untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya buruk bahan makanan yang diduga dari platik. Oleh karenanya, langkah waspada yang demikian harus dicontoh oleh anggota masyarakat lainnya.
“Bahwa yang dilakukan oleh Dewi Septiani adalah early warning, yang seharunya merupakan kewajiban apparat terkait untuk menindaklanjuti,” ungkapnya.
PAHAM menyayangkan adanya dugaan intimidasi yang dialami oleh Ibu Dewi. Karena yang dilakukan Ibu Dewi sudah sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Dimana ada kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan kepada polisi jika mengetahui terjadinya suatu tindak kejahatan. Walaupun dalam Pasal 165 KUHPb tersebut hanya disebutkan beberapa pasal tindak kejahatan.
“Bila hal ini terjadi, orang akan cenderung abai dan tidak mau melapor apabila melihat sebuah kejahatan,” tegas Sekjend Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Paham), Rozaq Asyhari, dalam siaran persnya (Kamis, 28/5).
Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan Ibu Dewi adalah tindakan konsumen yang baik. Itu adalah upaya preventif untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya buruk bahan makanan yang diduga dari platik. Oleh karenanya, langkah waspada yang demikian harus dicontoh oleh anggota masyarakat lainnya.
“Bahwa yang dilakukan oleh Dewi Septiani adalah early warning, yang seharunya merupakan kewajiban apparat terkait untuk menindaklanjuti,” ungkapnya.
PAHAM menyayangkan adanya dugaan intimidasi yang dialami oleh Ibu Dewi. Karena yang dilakukan Ibu Dewi sudah sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Dimana ada kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan kepada polisi jika mengetahui terjadinya suatu tindak kejahatan. Walaupun dalam Pasal 165 KUHPb tersebut hanya disebutkan beberapa pasal tindak kejahatan.
“Namun
secara umum, hal ini merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya suatu
tindak kejahatan,”terang kandidat Doktor dari Fakultas Hukum Universitas
Indonesia ini. Karena itu PAHAM mendorong agar Kapolri memberikan penghargaan
kepada Dewi Septiani dan memberikan sanksi kepada oknum yang diduga
mengintimidasi.
“Saya rasa layak Pak Badrodin Haiti memberikan penghargaan kepada
Bu Dewi. Karena sebagai warga negara yang baik telah memberikan laporan sebagai
bentuk kewaspadaan sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Hal ini untuk
merangsang agar masyarakat peduli dengan persoalan hukum yang ada di sekitarnya.
Disisi lain, apabila memang terbukti ada oknum aparat yang melakukan intimidasi
selayaknya pula Kapolri berikan teguran atau sanksi”, tegasnya
Cara Mengenali Beras Plastik, dan Apa Dampaknya Bila
Masuk Ke Dalam Tubuh Manusia?
Ada cara lain mengenalinya, seperti dilansir
di berbagai media. Seorang pakar kimia dari Universitas Indonesia Asmo Wahyu
mendorong masyarakat untuk mampu mengenali secara sederhana perbedaan beras
asli dengan beras yang dioplos material plastik.
“Paling
tidak ada empat cara sederhana untuk mengenali beras plastik,” kata Asmo.
Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli
memiliki guratan dari bekas sekam padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat
guratan pada bulirnya dan bentuknya agak lonjong.
Kedua,
dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli terdapat warna putih di setiap
ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur yang mengandung karbohidrat.
Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna putihnya.
Ketiga,
jika beras asli direndam dalam air maka akan berubah warna menjadi lebih putih,
sedangkan beras plastik hasilnya tidak akan menyatu dan airnya tidak akan
berubah menjadi putih.
Keempat, jika beras palsu ditaruh di atas kertas maka
terlihat beras tidak natural, berbentuk lengkung, tidak ada patahan.
“Kalau
dipatahkan akan pecah menjadi bentuk kecil-kecil. Sementara beras asli bentuk
bulirnya sedikit menggembung dan kalau dipatahkan hanya terbelah menjadi dua,”
jelas Asmo.
Harga
plastik sampai saat ini lebih mahal dari beras, meskipun itu merupakan bijih
plastik daur ulang. Dan jenis plastik, kecuali untuk 23 jenis, katanya,
bersifat anti air, tidak mungkin dapat dimasak, sweling mendekati tekstur nasi.
“Dikenal
di Tiongkok saat ini artificial rice,
berbahan baku utama tepung ubi, kentang, singkong, beras bubuk dan diproses dengan
mesin mirip pemrosesan plastik. Yakni extruder dan dengan penambahan berbagai
aditiv, utamanya plasticice seperti gliserin. Dan harganya pun masih di atas
beras,” tandas Asmo.
Apa dampak jangka pendek dan jangka panjang
bila sampai masuk ke tubuh manusia?
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan PT. Succofindo terhadap beras plastik yang
ditemukan di Bekasi, Jawa Barat, menunjukkan adanya kandungan polyvinyl cholride (PVC) yang
biasa terdapat di pipa, kabel, dan lantai.
Ditambah
lagi, beras tersebut juga mengandung tiga senyawa lain, yakni benzyl butyl phthalate (BBP), bis 2-ethylhexyl phtalate (DEHP),
dan diisononyl phthalate (DINP).
Ketiga zat ini biasa dipakai sebagai pelentur pada pipa dan kabel.
Sangat
mengerikan bila zat-zat kimia tersebut sampai masuk ke dalam tubuh manusia.
Akibat bila ketiga zat kimia tersebut masuk ke dalam tubuh, maka bisa memicu
mutasi genetik, meracuni saraf, dan menyebabkan kanker.
Dalam
jangka pendek, keberadaan plastik di saluran pencernaan bisa mengakibatkan
sembelit atau diare. Sementara itu, dalam jangka panjang, plastik tidak bisa
dikeluarkan melalui kotoran dan akan memicu perubahan sel.
Ditambahkan
oleh seorang dokter spesialis penyakit dalam, konsultan gastroenterologi dr.
Ari Fahrial Syam, yang mengatakan phtalate (DEHP) juga bisa menyebabkan
kemandulan pada pria.
“Sementara
pada wanita zat ini juga mengganggu sistem reproduksi sehingga bisa menyebabkan
gangguan menstruasi. Bahkan pada suatu penelitian disebutkan kadar zat ini yang
tinggi pada ibu melahirkan ternyata bayinya akan memiliki skrotum dan penis
yang kecil,” katanya.
Ari
menambahkan, hal tersebut menunjukkan bahwa phtalate bisa menembus plasenta
sehingga berbahaya jika dikonsumsi ibu hamil.
Bagaimana cara meminimalisir efek-efek
tersebut?
Untuk
mengurangi efek samping berbahaya tersebut, sangat disarankan untuk mengonsumsi
banyak buah dan sayur-sayuran yang mengandung banyak vitamin, mineral, dan
antioksidan.
Kapolri
: Tidak Ada Beras Plastik!
Pemerintah dan Polri memastikan,
beras plastik yang heboh seminggu terakhir ternyata tidak ada. Hasil uji
porensik baik di laboratorium Polri, laboratorium Badan POM, Kementerian
Perdagangan, dan Kementerian Pertanian, tidak ada unsur plastik dari sumple
yang diambil dari beras dan nasi milik Dewi Septiani di Bekasi. "Hasil uji
laboratorium porensik, BPOM, Kemendag, Kementan, negatif. Tidak ada unsur
plastik," ucap Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Istana Kepresidenan,
Selasa (26/5).
Kata
Badrodin, memang sebelumnya hasil tes PT Sukopindo menunjukkan beras itu positif
plastik. Tapi, setelah diuji ulang, tetap tidak ada unsur plastik. "Karena
itu, kami berkesimpulan beras platik tidak ada. Untuk itu, kami mengimbau
masyarakat tidak teras. Silakan kalau curiga lapor," jelasnya. Di tempat
yang sama, Kepala BPOM Roy Sparingga menyatakan, pihaknya juga melakukan
penelurusan terhadap kasus-kasus sebelumnya. Ternyata tidak ada. "Karena
itu kami meminta masyarakat tenang. Sejauh ini tidak pernah ada
dilaporkan," tandasnya.
Anggota
Komisi Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Lili Asdjudiredja
menilai, kasus munculnya beras plastik diduga sebagai upaya pengalihan isu dan
sengaja dimainkan dengan target agar pemerintah mengimpor beras. "Kalau
untuk pengalihan isu risikonya terlalu berat buat pemerintah," kata Lili
Asdjudiredja. Begitu juga kalau motif beras plastik untuk impor beras juga
menurut dia sangat tidak masuk akal. Sebab menurut informasi yang diperoleh
Lili, data stok beras saat ini mencapai 44,4 juta ton, sementara
kebutuhan pangan 35 juta ton.
"Kalau
cadangan 44 juta ton, berarti surflus dan kalau pemerintah impor beras jelas
melanggar Undang-undang. Tapi yang menjadi pertanyaan saya, darimana
cadangan 44 juta ton itu ? Sedangkan Bulog saja keteter," kata Lili. Dia
menambahkan kalau pun ada beras plastik yang beredar di masyarakat bisa jadi
disusupkan dalam impor beras ilegal atau diselipkan diantara impor komoditi
lain. Karena itu, kata dia, Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan
pemerintah ikut bertanggungjawab. Sebab, dalam UU N0 18 Tentang Perlindungan
Konsumen disebutkan dalam pasal 29 yang mengatakan, pemerintah bertangungjawab
atas pembinaan penyelengaraan perlindungan konsumen yang menjadimin
diperolehnya hak konsumen. "Sementara ini saya melihat motifnya hanya
motif ekonomi saja, cari keuntungan," katanya.
Sementara,
Presiden Joko Widodo diminta harus serius menyelidiki aktor intelektual di
balik peredaran beras plastik yang marak belakangan. Termasuk, peredaran bahan
makanan yang mengandung unsur plastik, borax, formalin dan unsur kimia
berbahaya lainnya. Begitu ditegaskan Analisis Ekonomi dan Politik dari Labor
Institute Indonesia, Andy Wiliam Sinaga. "Presiden Jokowi harus
memerintahkan BPOM, kementrian perdagangan, kepolisian dan badan intelijen
negara untuk menyisir pasar-pasar yang ada di seluruh Indonesia, khususnya yang
tersebar di pelosok-pelosok terpencil," terang Andy.
Dia
menilai, apa yang dilakukan oknum ini dapat dikategorikan sebagai pelanggar HAM
berat bila merujuk pasal 7 Statuta Roma, tentang Kejahatan terhadap
Perikemanusiaan yang menyatakan tentang serangan yang meluas atau sistematik.
"Apalagi perbuatan yang dilakukan secara sengaja sehingga
mengakibatkan penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun
kesehatan fisiknya," terangnya. Khusus beras plastik, Andy menduga,
peredarannya terjadi karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah terhadap peredaran distribusi bahan-bahan pokok yang merupakan
kebutuhan mendasar/primer masyarakat.
Apalagi,
lanjut dia, dalam menghadapi bulan suci Ramadhan ini peredaran bahan makanan
yang mengandung unsur plastik, borax, formalin dan unsur kimia berbahaya
lainnya akan semakin massive beredar. "Untuk itu dibutuhkan langkah
konkret dalam mengatasi permasalahan tersebut. Agar masyarakat dapat merasa
aman dalam mengkonsumsi kebutuhan pokok tersebut," tandas Andy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar