Kamis, 11 Juni 2015

BERAS PLASTIK



HEBOH BERAS PLASTIK
Septiani, mengaku membeli beras bersintetis. Dewi mengaku membeli enam liter beras yang diduga bercampur dengan beras plastik. Beras tersebut dia beli di salah satu toko Konsumen Indonesia merupakan konsumen keempat terbesar di dunia di belakang China, India, dan Amerika Serikat.  Karena itu, sangat wajar jika isu yang terkait kebutuhan pokok konsumen pasti akan mengundang sorotan tajam dan perbincangan serius di tengah masyarakat. Kemunculan beras plastik ternyata cukup menghebohkan jagat Indonesia. Bagaimana tidak, berita tersebut ternyata mampu menenggelamkan berita peristiwa besar lain. Harus diakui, hebohnya isu ini cukup membawa dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dan pemerintah. Informasi mengenai beras sintetis mencuat setelah salah seorang penjual bubur di Bekasi, Dewi langganannya. Dewi memang biasa membeli beras dengan jenis yang sama di toko tersebut seharga Rp 8.000 per liter. Keanehan dari beras tersebut dia rasakan setelah mengolahnya menjadi bubur.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan Sucofindo membuktikan kebenaran beras plastik, namun hal ini berbeda dengan Penelitian Puslabfor Mabes Polri yang menyebut tidak ada bahan plastik pada sampel beras yang sebelumnya disebut-sebut mengandung beras sintetis. Hal ini akhirnya berbuntut dengan dipolisikannya Dewi Septiani, pelapor beras plastik.
Tindakan aparat ini disayangkan berbagai pihak, salahsatunya disuarakan oleh Pusat Advokasi Hukumdan Hak Asasi Manusia Indonesia PAHAM).

PAHAM sebut jangan sampai temuan tersebut membuat pelapor Dewi Septiani trauma, apalagi sampai merasa menerima intimidasi dari aparat.
“Bila hal ini terjadi, orang akan cenderung abai dan tidak mau melapor apabila melihat sebuah kejahatan,” tegas Sekjend Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Paham), Rozaq Asyhari, dalam siaran persnya (Kamis, 28/5).
Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan Ibu Dewi adalah tindakan konsumen yang baik. Itu adalah upaya preventif untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya buruk bahan makanan yang diduga dari platik. Oleh karenanya, langkah waspada yang demikian harus dicontoh oleh anggota masyarakat lainnya.
“Bahwa yang dilakukan oleh Dewi Septiani adalah early warning, yang seharunya merupakan kewajiban apparat terkait untuk menindaklanjuti,” ungkapnya.
PAHAM menyayangkan adanya dugaan intimidasi yang dialami oleh Ibu Dewi. Karena yang dilakukan Ibu Dewi sudah sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Dimana ada kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan kepada polisi jika mengetahui terjadinya suatu tindak kejahatan. Walaupun dalam Pasal 165 KUHPb tersebut hanya disebutkan beberapa pasal tindak kejahatan.

“Namun secara umum, hal ini merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya suatu tindak kejahatan,”terang kandidat Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini. Karena itu PAHAM mendorong agar Kapolri memberikan penghargaan kepada Dewi Septiani dan memberikan sanksi kepada oknum yang diduga mengintimidasi.

“Saya rasa layak Pak Badrodin Haiti memberikan penghargaan kepada Bu Dewi. Karena sebagai warga negara yang baik telah memberikan laporan sebagai bentuk kewaspadaan sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Hal ini untuk merangsang agar masyarakat peduli dengan persoalan hukum yang ada di sekitarnya. Disisi lain, apabila memang terbukti ada oknum aparat yang melakukan intimidasi selayaknya pula Kapolri berikan teguran atau sanksi”, tegasnya

Cara Mengenali Beras Plastik, dan Apa Dampaknya Bila Masuk Ke Dalam Tubuh Manusia?
            Ada cara lain mengenalinya, seperti dilansir di berbagai media. Seorang pakar kimia dari Universitas Indonesia Asmo Wahyu mendorong masyarakat untuk mampu mengenali secara sederhana perbedaan beras asli dengan beras yang dioplos material plastik.
“Paling tidak ada empat  cara sederhana untuk mengenali beras plastik,” kata Asmo.
Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli memiliki guratan dari bekas sekam padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat guratan pada bulirnya dan bentuknya agak lonjong.
Kedua, dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli terdapat warna putih di setiap ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur yang mengandung karbohidrat. Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna putihnya.
Ketiga, jika beras asli direndam dalam air maka akan berubah warna menjadi lebih putih, sedangkan beras plastik hasilnya tidak akan menyatu dan airnya tidak akan berubah menjadi putih.
Keempat, jika beras palsu ditaruh di atas kertas maka terlihat beras tidak natural, berbentuk lengkung, tidak ada patahan.
“Kalau dipatahkan akan pecah menjadi bentuk kecil-kecil. Sementara beras asli bentuk bulirnya sedikit menggembung dan kalau dipatahkan hanya terbelah menjadi dua,” jelas Asmo.
Harga plastik sampai saat ini lebih mahal dari beras, meskipun itu merupakan bijih plastik daur ulang. Dan jenis plastik, kecuali untuk 2­3 jenis, katanya, bersifat anti air, tidak mungkin dapat dimasak, sweling mendekati tekstur nasi.
“Dikenal di Tiongkok saat ini artificial rice, berbahan baku utama tepung ubi, kentang, singkong, beras bubuk dan diproses dengan mesin mirip pemrosesan plastik. Yakni extruder dan dengan penambahan berbagai aditiv, utamanya plasticice seperti gliserin. Dan harganya pun masih di atas beras,” tandas Asmo.
Apa dampak jangka pendek dan jangka panjang bila sampai masuk ke tubuh manusia?
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT. Succofindo terhadap beras plastik yang ditemukan di Bekasi, Jawa Barat, menunjukkan adanya kandungan polyvinyl cholride (PVC) yang biasa terdapat di pipa, kabel, dan lantai.
Ditambah lagi, beras tersebut juga mengandung tiga senyawa lain, yakni benzyl butyl phthalate (BBP), bis 2-ethylhexyl phtalate (DEHP), dan diisononyl phthalate (DINP). Ketiga zat ini biasa dipakai sebagai pelentur pada pipa dan kabel.
Sangat mengerikan bila zat-zat kimia tersebut sampai masuk ke dalam tubuh manusia. Akibat bila ketiga zat kimia tersebut masuk ke dalam tubuh, maka bisa memicu mutasi genetik, meracuni saraf, dan menyebabkan kanker.
Dalam jangka pendek, keberadaan plastik di saluran pencernaan bisa mengakibatkan sembelit atau diare. Sementara itu, dalam jangka panjang, plastik tidak bisa dikeluarkan melalui kotoran dan akan memicu perubahan sel.
Ditambahkan oleh seorang dokter spesialis penyakit dalam, konsultan gastroenterologi dr. Ari Fahrial Syam, yang mengatakan phtalate (DEHP) juga bisa menyebabkan kemandulan pada pria.
“Sementara pada wanita zat ini juga mengganggu sistem reproduksi sehingga bisa menyebabkan gangguan menstruasi. Bahkan pada suatu penelitian disebutkan kadar zat ini yang tinggi pada ibu melahirkan ternyata bayinya akan memiliki skrotum dan penis yang kecil,” katanya.
Ari menambahkan, hal tersebut menunjukkan bahwa phtalate bisa menembus plasenta sehingga berbahaya jika dikonsumsi ibu hamil.
Bagaimana cara meminimalisir efek-efek tersebut?
Untuk mengurangi efek samping berbahaya tersebut, sangat disarankan untuk mengonsumsi banyak buah dan sayur-sayuran yang mengandung banyak vitamin, mineral, dan antioksidan.

Kapolri : Tidak Ada Beras Plastik!
Pemerintah dan Polri memastikan, beras plastik yang heboh seminggu terakhir ternyata tidak ada.  Hasil uji porensik baik di laboratorium Polri, laboratorium Badan POM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian, tidak ada unsur plastik dari sumple yang diambil dari beras dan nasi milik Dewi Septiani di Bekasi. "Hasil uji laboratorium porensik, BPOM, Kemendag, Kementan, negatif. Tidak ada unsur plastik," ucap Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Istana Kepresidenan, Selasa (26/5).

            Kata Badrodin, memang sebelumnya hasil tes PT Sukopindo menunjukkan beras itu positif plastik. Tapi, setelah diuji ulang, tetap tidak ada unsur plastik. "Karena itu, kami berkesimpulan beras platik tidak ada. Untuk itu, kami mengimbau masyarakat tidak teras. Silakan kalau curiga lapor," jelasnya. Di tempat yang sama, Kepala BPOM Roy Sparingga menyatakan, pihaknya juga melakukan penelurusan terhadap kasus-kasus sebelumnya. Ternyata tidak ada. "Karena itu kami meminta masyarakat tenang. Sejauh ini tidak pernah ada dilaporkan," tandasnya.

            Anggota Komisi Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Lili Asdjudiredja menilai, kasus munculnya beras plastik diduga sebagai upaya pengalihan isu dan sengaja dimainkan dengan target agar pemerintah mengimpor beras. "Kalau untuk pengalihan isu risikonya terlalu berat buat pemerintah," kata Lili Asdjudiredja. Begitu juga kalau motif beras plastik untuk impor beras juga menurut dia sangat tidak masuk akal. Sebab menurut informasi yang diperoleh Lili, data stok  beras saat ini mencapai 44,4 juta ton, sementara kebutuhan pangan 35 juta ton.

            "Kalau cadangan 44 juta ton, berarti surflus dan kalau pemerintah impor beras jelas  melanggar Undang-undang. Tapi yang menjadi pertanyaan saya, darimana cadangan 44 juta ton itu ? Sedangkan Bulog saja keteter," kata Lili. Dia menambahkan kalau pun ada beras plastik yang beredar di masyarakat bisa jadi disusupkan dalam impor beras ilegal atau diselipkan diantara impor komoditi lain. Karena itu, kata dia, Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan pemerintah ikut bertanggungjawab. Sebab, dalam UU N0 18 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan dalam pasal 29 yang mengatakan, pemerintah bertangungjawab atas pembinaan penyelengaraan perlindungan konsumen yang menjadimin diperolehnya hak konsumen. "Sementara ini saya melihat motifnya hanya motif ekonomi saja, cari keuntungan," katanya.

            Sementara, Presiden Joko Widodo diminta harus serius menyelidiki aktor intelektual di balik peredaran beras plastik yang marak belakangan. Termasuk, peredaran bahan makanan yang mengandung unsur plastik, borax, formalin dan unsur kimia berbahaya lainnya. Begitu ditegaskan Analisis Ekonomi dan Politik dari Labor Institute Indonesia, Andy Wiliam Sinaga. "Presiden Jokowi harus memerintahkan BPOM, kementrian perdagangan, kepolisian dan badan intelijen negara untuk menyisir pasar-pasar yang ada di seluruh Indonesia, khususnya yang tersebar di pelosok-pelosok terpencil," terang Andy.

            Dia menilai, apa yang dilakukan oknum ini dapat dikategorikan sebagai pelanggar HAM berat bila merujuk pasal 7 Statuta Roma, tentang Kejahatan terhadap Perikemanusiaan yang menyatakan tentang serangan yang meluas atau sistematik. "Apalagi perbuatan  yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisiknya," terangnya. Khusus beras plastik, Andy menduga, peredarannya terjadi karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah terhadap peredaran distribusi bahan-bahan pokok yang merupakan kebutuhan mendasar/primer masyarakat.

            Apalagi, lanjut dia, dalam menghadapi bulan suci Ramadhan ini peredaran bahan makanan yang mengandung unsur plastik, borax, formalin dan unsur kimia berbahaya lainnya akan semakin massive beredar. "Untuk itu dibutuhkan langkah konkret dalam mengatasi permasalahan tersebut. Agar masyarakat dapat merasa aman dalam mengkonsumsi kebutuhan pokok tersebut," tandas Andy.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar